Sammirnalakhairinfatrukilbagha…..
(Mantra Menuju Surga)
“Mantra” dalam judul tersebut mungkin terdengar asing bagi sebagian besar orang, meskipun sebenarnya “mantra” itu sangat dekat dengan kehidupan masyarakat kita, terutama orang Jawa.
Mengapa penulis mengatakan bahwa “mantra” itu sangat dekat? Karena kalau kalimat itu diurai maka akan menjadi: sammir, nalakhairin, fatruk, bagha…kalau diperjelas lagi dengan bahasa jawa menjadi semar, nala gareng, petruk, dan bagong…
Dalam cerita wayang mereka itu disebut Punakawan…mereka adalah orang-orang yang berada di sekitar (menjadi abdi) Janaka.
Secara filosofis, nama-nama di atas mempunyai makna yang dalam dan perlu didalami, tidak hanya dihafal. Sebab, nama-nama tersebut tidak asal comot, tapi melalui pemikiran yang mendalam.
Semar (jawa) berasal dari kata Sammir (arab) yang berarti bergegaslah. Nala Gareng (jawa) berasal dari kata Nala Khairin (arab) berarti memperoleh kebajikan, Petruk (jawa) berasal dari Fatruk (arab) yang berarti tinggalkanlah, dan Bagong (jawa) berasal dari al-Bagha (arab) yang berarti kejelekan.
Jika digabungkan makna “mantra” sammirnalakhairinfatrukilbagha adalah bergegaslah dalam memperoleh kebajikan, tinggalkanlah kejelekan. Ini adalah jalan menuju surga (jannah dalam bahasa arab, janoko dalam bahasa jawa).
Sungguh mulia ajaran sunan Kalijogo yang mengarang cerita wayang dengan muatan yang sarat dengan ajaran “profetik” ini.
Barangkali, asingnya “mantra” tersebut di telinga/mata kita berbanding lurus dengan asingnya generasi masa kini dari budaya/filosofi/ajaran/petuah bijak/kearifan lokal yang sejatinya adalah kekayaan yang dimiliki bangsa ini.
Apa yang diketengahkan penulis di atas hanyalah secuil dari bongkahan besar kekayaan bangsa ini yang telah dilupakan bahkan dinistakan….
Akankah kita “lanjutkan” kealpaan ini? Jawab itu ada pada diri kita!
sumber:kompasiana.com/kangsalim79