JEJAK WASKITA "MANTRA"

MANTRA adalah perkataan atau ucapan yang mampu untuk mendatangkan daya gaib, menyembuhkan, mendatangkan celaka dan sebagainya. Susunan kata berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib ini biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. MANTRA juga dapat disamakan dengan doa.

Dalam tradisi Jawa, MANTRA disebut pula dengan japa, japa mantra, kemad, peled, aji-aji, rajah, donga, sidikara yang semuanya dianggap mempunya daya kekuatan gaib. MANTRA jika dibaca dengan bersuara disebut di-mel-kan dan kalau hanya dibaca dalam hati disebut matek MANTRA atau matek aji.

WUJUD MANTRA ada beberapa macam di antaranya: (1) MANTRA dalam wujud kata-kata/puisi lisan yang dibaca dalam batin disebut japa mantra, aji-aji dan rapal. (2). MANTRA dalam wujud tulisan misalnya tertulis pada kain, kertas, kulit disebut rajah. (3). MANTRA yang ditanam pada benda disebut jimat, aji-aji. Di dalam MANTRA yang lengkap tercakup unsur judul, unsur pembuka, unsur niat, unsur sugesti, unsur tujuan dan unsur penutup.Unsur SUGESTI merupakan unsur yang paling PENTING dan POKOK dalam Struktur MANTRA. Unsur SUGESTI memiliki Daya atau Kekuatan untuk Membangkitkan Potensi Kekuatan Magis atau Kekuatan Ghaib. Mengingat MANTRA memiliki spesifikasi, maka Unsur Sugesti pada MANTRA berbeda-beda meskipun fungsinya bisa sama.Meskipun unsur sugesti ini sangat penting namun sama sekali tidak berlaku jika tidak diikuti dengan unsur LAKU. Jadi aspek magis mistis sebuah amalan berpusat pada unsur SUGESTI dan LAKU MISTIK pengamalnya. Jika diperhatikan, unsur sugesti yang dianggap memiliki daya magis dapat dipilah menjadi beberapa macam:

(1). Ungkapan magis yang mendasarkan pada kekuatan alam, binatang, bunga. (2). Ungkapan magis yang mendasarkan pada kekuatan mitos tokoh baik dari dunia perwayangan maupun tokoh mitologi (3) Ungkapan magis yang mendasarkan pada kekuatan Allah, Malaikat, nabi, Dewa, Raja, Resi atau Pertapa.

Seberapa jauh Laku Mistik dapat menjamin keberhasilan amalan? Keberhasilannya sifatnya tergantung penghayatan subyektif. Laku mistik berhubungan dengan kepercayaan dan keyakinan seseorang. Semakin sungguh-sungguh dan yakin seyakin-yakinnya saat menjalani laku amalan maka amalan ajian akan bisa berhasil.

MANTRA sebagaimana dikemukakan Poerwadarminta (1988:558) adalah:

1) perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misal dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya); 2) susunan kata berunsur puisi (seperti irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh Dukun atau Pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.

Sejalan dengan pembagian jenis mantra, Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe ‘jampi’, asihan ‘pekasih’, singlar ‘pengusir’, jangjawokan ‘jampi’, rajah ‘kata-kata pembuka ‘jampi’, ajian ‘ajian/jampi ajian kekuatan’, dan pelet ‘guna-guna’. Diketahui bahwa ketujuh bagian tersebut dapat dikelompokkan ke dalam MANTRA putih ‘white magic’ dan MANTRA hitam ‘black magic’. Pembagian tersebut berdasarkan kepada tujuan MANTRA itu sendiri, yakni MANTRA putih digunakan untuk kebaikan sedangkan MANTRA hitam digunakan untuk kejahatan.

Adanya pembagian antara MANTRA Putih (white magic) dan MANTRA Hitam

(black magic) sebenarnya sulit untuk diukur dalam pengertian tidak ada pembeda secara nyata di antara keduanya, karena sering terjadi penyimpangan tujuan dari MANTRA putih ke MANTRA hitam tergantung kepada siapa dan bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh Magic tersebut. Dapat dicermati bahwa MANTRA putih di antaranya bertujuan untuk menguasai jiwa orang lain, agar diri dalam keunggulan, agar disayang, agar maksud berhasil dengan baik, agar perkasa dan awet muda, berani, agar selamat, untuk menjaga harta benda, mengusir hantu atau roh halus, menaklukan binatang, menolak santet, untuk menyembuhkan orang sakit. Adapun kategori MANTRA hitam diantaranya bertujuan untuk mencelakai orang agar sakit atau mati, membalas perbuatan jahil orang lain, dan memperdayakan orang lain karena sakit hati.

Kehadiran MANTRA putih maupun MANTRA hitam itu sendiri berpangkal pada kepercayaan masyarakat pendukung di dalamnya yang memunculkan fenomena yang semakin kompleks di jaman sekarang. Sejumlah penilaian, sikap, dan perlakuan masyarakat Jawa terhadap MANTRA semakin berkembang. Ada sebagian masyarakat yang begitu mengikatkan secara penuh maupun sebagian dirinya terhadap MANTRA dalam kepentingan hidupnya. Sebagian masyarakat lainnya secara langsung atau tidak langsung menolak kehadiran MANTRA dengan pertimbangan bahwa menerima MANTRA berarti melakukan perbuatan syirik. Pada bagian masyarakat yang disebutkan pertama dapat digolongkan ke dalam masyarakat penghayat atau pendukung MANTRA, sedangkan bagian masyarakat yang lainnya digolongkan ke dalam masyarakat bukan penghayat MANTRA.

Bagi masyarakat Penghayat MANTRA, kegiatan sehari-hari kerap kali diwarnai dengan pembacaan MANTRA demi keberhasilan dalam mencapai maksud. Misalnya, para petani ingin sawahnya subur, terhindar dari gangguan hama, ingin panen hasilnya melimpah; para pedagang ingin dagangannya laris. MANTRA diterima oleh masyarakat penghayatnya aliran kepercayaan sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani secara sungguh-sungguh.Adanya kebutuhan terhadap MANTRA sebagai warna yang menghiasi kehidupan sehari-hari. Fungsi lain MANTRA yang menyiratkan adanya permohonan kepada Sang Pencipta, tampak pada sejumlah MANTRA kekuatan, begitu erat dengan kebutuhan hidup masyarakat yang dalam satu segi membutuhkan kekuatan lahir maupun batin untuk melaksanakan maksud tertentu. Semua MANTRA tersebut sepenuhnya disandarkan kepada Allah. Mereka tinggal menunggu keputusan dari Yang Maha Menentukan atas usaha yang dijalankan manusia. Betapa manusia merasa kecil dan tak berdaya sehingga memohon dilindungi, ditopang, diberi kemurahan pada setiap langkah, mohon ditetapkan iman dan Islam. Begitu juga dengan MANTRA kekuatan lainnya, dengan berbekal keyakinan dan bersandar sepenuhnya kepada Allah, MANTRA diucapkan untuk tujuan keunggulan, agar disayangi, agar segala perbuatan menghasilkan sesuatu yang diharapkan, agar perkasa, awet muda, untuk menaklukan siluman, dan lain-lain.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa MANTRA terdiri atas MANTRA

putih dan MANTRA hitam.MANTRA hitam (black magic) yang lebih dikenal secara umum oleh masyarakat Jawa barat sebagai teluh pada kenyataannya di lapangan diperoleh dalam jumlah yang sangat sedikit, itu pun ada yang berasal dari MANTRA putih (white magic). Hal ini dapat dipahami karena fungsi utama MANTRA, yaitu yang terkandung dalam MANTRA putih lebih mendominasi kehadirannya. MANTRA hitam (black magic) tidak mendapat tempat di masyarakat. Ini terbukti dari hasil inventarisasi yang hanya ditemukan kurang lebih 10 buah MANTRA hitam (black magic).

MANTRA tidak mendapat tempat di sebagian masyarakat karena muatan teks dan perilaku magis lainnya yang menurutnya bertentangan dengan akidah Islam.

Antipati mereka terhadap perilaku magis ini masih dalam batas kewajaran. Mereka satu sama lainnya (dengan masyarakat penghayat mantra putih) masih dapat menjalin hubungan dan memfungsikan dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik, tetapi tidak ada toleransi untuk Penghayat MANTRA hitam (black magic).